Ever Lasting Friend


Sudah bukan menjadi rahasia bahwa budaya Korean Pop (K-Pop) sudah menjamur dan mendarah daging bagi sebagian remaja yang ada di Indonesia. Itu termasuk pula dengan diriku yang bisa dikatakan sebagai fans semi fanatik atas budaya dari negeri gingseng itu.
Saranghaeyo Cho Kyuhyun!” teriakku di kelas sendirian saat menonton Music Video (MV) dari boyband kesukaanku. Super Junior. Saat itu aku masih kelas dua SMA dan lagu andalan Super Junior yang berjudul Mr. Simple sedang menjadi trending topic di hampir seluruh situs musik, media sosial, seacrh engine, dan lain-lain.
“Ngapain sih lu? Berisik tahu!” tegur Mia, salah seorang temanku yang semi anti Korea. Aku tahu dia adalah fans salah satu boyband lokal Indonesia, SMASH.
“Bodo amat...” ucapku tenang tanpa mengalihkan antusiasme dari menonton MV di ponselku.
“Apa sih yang lu suka dari mereka? Gua denger mereka banci ya? Maho ya?” tanyanya sedikit mencibir yang sukses membuatku berdiri dan menggebrak meja. Dikatakan banci hanya karena mereka selalu perform dengan menggunakan make up? Dikatakan manusia homo (maho) hanya karena mereka tinggal di asrama dan terkadang saling memeluk untuk melakukan fans service? Tentu saja aku tidak terima!
“Apaan sih lu? Mau ngajak fan war? Gua aja kagak pernah jelek-jelekkin SMASH yang sebenernya boyband tukang jiplak! Mana ada geng motor lagi di dalamnya!” ucapku dengan emosi yang semakin naik.
“Apa lu bilang?!” dia mulai marah.  
Dan setelah itu kami berdua saling debat memamerkan kelebihan idola kami juga saling menghujat idola musuh. Inilah yang disebut fan war. Dulu hal ini adalah hal yang biasa. Bukan hanya beradu mulut langsung. Bahkan dulu di media sosial seperti facebook terdapat halaman-halaman khusus yang dibuat anti-fans sebagai tempat untuk fan war. Aku sendiri sudah terbiasa mengikuti ajang fan war di berbagai media sosial.
***
“Ngapain lu?” tanya Mia lagi ketika aku tengah menulis sesuatu di buku keramatku.
“Bikin story line” jawabku sambil menuliskan beberapa ide cerita dalam buku keramatku.
Story line?” tanyanya kurang paham. Aku menghela nafas dan mengalihkan pandanganku padanya.
“Buat fan fiction
“Oooh fan fiction yang si Kyuhyunnya mati ya?” tanyanya menyinggung salah satu karya fan fictionku yang aku post dalam catatan facebook dan blog pribadiku.
“Bukan... beda cerita” jawabku sambil mengetuk-ngetukkan jariku.
“Ngapain sih lu nulis kayak begituan? Emang bakalan ada yang baca?” tanyanya.
“Hobi aja. Emang gak boleh? Lagian lu baca juga kan? Buktinya tahu si Kyuhyun mati...” ucapku sambil terkekeh.
“Yaaa... gua cuma penasaran aja sama Suju yang lu suka itu!” ucapnya sedikit ngeles. Padahal aku tahu bahwa sekarang dia juga mulai mengoleksi lagu-lagu Super Junior di playlist ponselnya.
“Okelah. Terserah lu”
“Lagian apa sih yang lu suka dari mereka?”
“Ganteng...” jawabku sambil terkekeh. Mia hanya memutar bola matanya bosan. Sementara aku tidak begitu mempedulikannya lagi dan kembali menulis story line untuk bahan fan fictionku selanjutnya.
***
Hari minggu seperti biasanya adalah ritual khususku untuk mengurung diri di kamar. Menghabiskan waktu dengan menulis fan fiction atau menonton idolaku, Super Junior.
Tok... tok...
“Makan dulu Nak...!” teriak ibuku di balik pintu kamarku yang saat ini tertutup rapat.
“Nanti kalau lapar aku keluar!” ucapku tanpa mengalihkan pandanganku dari layar komputer yang ada di hadapanku.
Sesekali aku tertawa melihat apa yang tengah aku tonton. Variety Show. Hari itu aku sudah menonton banyak variety show yang berisi tentang Super Junior, mulai dari Entering Human Body, Full House, bahkan video Super Show. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku menonton semua variety show mengenai mereka. Tapi sudah yang berkali-kali. Hingga hampir seluruh masa SMA aku habiskan untuk menjadi fans semi fanatik dari Super Junior.
***
16 April 2018...
“Mampir dulu ke sana yuk!” ajakku pada teman sekelasku ketika melihat gelaran bazar buku yang diadakan oleh salah satu jurusan di kampus. Semua orang yang dekat denganku pasti tahu bahwa aku suka sekali dengan buku, begitu juga dengan kedua temanku yang langsung mengiyakan ajakkanku. Sekarang aku sudah mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas di Bandung, walaupun sudah berada di tingkat mahasiswi tapi antusiasme terhadap budaya K-Pop belum luntur walaupun sekarang ditambah dengan ketertatikanku terhadap budaya Jepang khususnya dalam bidang animasi atau lebih dikenal dengan anime.
“Lumayan... banyak buku murah...” gumam Zia salah seorang temanku sambil melihat-lihat di rak dan gelaran.
“Mau beli?” tanyaku.
“Kalau ada yang bagus aku beli” jawabnya. Kami bertiga pun sibuk memilah dan memilih buku bagus yang akan kami beli.
“Wah... Ini kayaknya cocok buat kamu” ucap Sari, temanku yang lain sambil menunjukkan buku bersampul biru. Aku tersenyum melihatnya.
“Super Junior?” tanya Zia kemudian menatapku.
“Dia fansnya...” jawab Sari kemudian menyimpan lagi buku itu. Sebuah buku biografi Super Junior.
“Oh ya?”
“Iya. Makanya aku kasih lihat ke dia...” jawab Sari. Aku diam saja sambil sesekali membalikkan buku untuk membaca sinopsis buku-buku yang tersedia di sana.
“Pantesan. Tapi sekarang sudah gak begitu laku ya?” tanya Zia. Jika dulu aku akan langsung marah saat seseorang berkata begitu, namun kali ini aku diam saja.
“Ya... Mereka sudah cukup tua untuk ukuran boyband. Mereka veteran dan sampai sekarang masih berkarya” jawabku.
“Sekarang masih fansnya?” tanya Zia.
“Masih, walaupun gak sefanatik dulu. Lagian aku suka musik. Seperti manusia, musik juga berkembang. Gak ada alasan berhenti mencintai karya mereka. Kalau masih bagus dan layak didengar, kenapa enggak?” tanyaku sambil tersenyum.
“Ooo gitu toh. Emang apa yang kamu suka dari mereka sih? Kok aku gak suka ya?” tanya Zia. Aku terdiam sejenak mencoba berpikir kenapa aku menyukai Super Junior. Kalau dulu aku akan langsung menjawab karena mereka ganteng. Tapi sekarang rasanya bukan itu alasan aku masih menyukai mereka.
“Walaupun dance mereka sekarang tidak sebagus EXO, lagunya tidak sengehit BTS, dan wajahnya tidak setampan lagi NCT. Ada satu yang selalu menjadi kelebihan mereka sehingga ELF, fansya tidak mampu meninggalkan mereka” jelasku.
“Apa coba?” tanya Zia. Sari hanya tersenyum mendengarkan.
“Perjuangan mereka. Kalau kamu coba baca tentang bagaimana mereka. Mungkin kamu tahu. Member-member Super Junior adalah termasuk member yang lama menjadi Trainee atau lama menjalani pelatihan sampai akhirnya mereka debut. Bahkan sang leader Leeteuk sampai menjalani tujuh tahun latihan. Menurut kamu, sebesar apa tekad mereka untuk menjadi idol sampai rela menjalani pelatihan yang lama? Menurutku sangat besar. Pasang surut karir mereka patut diacungi jempol, bukan aku melebih-lebihkan tapi ini memang faktanya” jelasku kemudian menarik nafas sejenak.
“Aku tahunya mereka pas SMA, pas lagu Mr. Simple” ucap Zia menginterupsi.
“Itu sih pas mereka lagi sukses-suksesnya. Tahu gak? Sebenarnya ada isu kalau member Super Junior itu trainee sisa agensi SM Entertainment yang belum debut-debut. Tapi setelah melalui kerja keras, aku pikir mereka berhasil membuktikan bahwa mereka bukan hanya trainee sisa. Buktinya sekarang mereka sukses. Yah selain musiknya, aku salut sekali sama perjuangan mereka dari awal sampai sekarang. Itu yang membuat aku suka sama mereka...” ucapku sambil tersenyum. Zia dan Sari hanya manggut-manggut. Kami bertiga kemudian berjalan menghampiri kasir untuk membayar buku yang sudah kami pilih.
Hari ini, berkat Zia dan Sari aku kembali mengingat betapa berharganya aku mengidolakan Super Junior. Bukan karena visual, tapi karena perjuangan mereka. Agaknya nama fandom ELF yang merupakan kepanjangan dari Ever Lasting Friend benar-benar membuat para fansnya sulit meninggalkan mereka. Sesuai namanya Ever Lasting Friend berarti teman selamanya. Itulah yang diharapkan Super Junior terhadap para penggemarnya.
***




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PPDB SMP Darul Fatwa

Senja

Dialog Senja